Kamis, 21 Juli 2011

bijih

1. Mineral dan Bijih
Proses dan aktivitas geologi bisa menimbulkan terbentuknya batuan dan jebakan mineral. Yang dimaksud dengan jebakan mineral adalah endapan bahan-bahan atau material baik berupa mineral maupun kumpulan mineral (batuan) yang mempunyai arti ekonomis (berguna dan mengguntungkan bagi kepentingan umat manusia).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemungkinan pengusahaan jebakan dalam arti ekonomis adalah :
1. Bentuk Jebakan
2. Besar dan volume cadangan
3. Kadar
4. Lokasi geografis
5. Biaya Pengolahannya
Dari distribusi unsur-unsur logam dan jenis-jenis mineral yang terdapat didalam kulit bumi menunjukkan bahwa hanya beberapa unsure logam dan mineral saja yang mempunyai prosentasi relative besar, karena pengaruh proses dan aktivitas geologi yang berlangsung cukup lama, prosentase unsur – unsur dan mineral-mineral tersebut dapat bertambah banyak pada bagian tertentu karena Proses Pengayaan, bahkan pada suatu waktu dapat terbentuk endapan mineral yang mempunyai nilai ekonomis.
Proses pengayaan ini dapat disebabkan oleh :
1. Proses Pelapukan dan transportasi
2. Proses ubahan karena pengaruh larutan sisa magma
Proses pengayaan tersebut dapat terjadi pada kondisi geologi dan persyaratan tertentu.
Kadar minimum logam yang mempunyai arti ekonomis nilainya jauh lebih besar daripada kadar rata-rata dalam kulit bumi. Faktor perkalian yang bisa memperbesar kadar mineral yang kecil sehingga bisa menghasilkan kadar minimum ekonomis yang disebut faktor pengayaan (” Enrichment Factor” atau ”Concentration Factor”).
Dari sejumlah unsur atau mineral yang terdapat didalam kulit bumi, ternyata hanya beberapa unsur atau mineral saja yang berbentuk unsur atau elemen tunggal (”native element”). Sebagian besar merupakan persenyawaan unsur-unsur daaan membentuk mineral atau asosiasi mineral.
Mineral yang mengandung satu jenis logam atau beberapa asosiasi logam disebut mineral logam (Metallic mineral). Apabila kandungan logamnya trelatif besar dan terikat secara kimia dengan unsur lain maka mineral tersebut disebut Mineral Bijih (ore mineral). Yang disebut bijih/ore adalah material/batuan yang terdiri dari gabungan mineral bijih dengan komponen lain (mineral non logam) yang dapat diambil satu atau lebih logam secara ekonomis. Apabila bijih yang diambil hanya satu jenis logam saja maka disebut single ore. Apabila yang bisa diambil lebih dari satu jenis bijih maka disebut complex-ore.
Mineral non logam yang dikandung oleh suatu bijih pada umumnya tidak menguntungkan bahkan biasanya hanya mengotori saja, sehingga sering dibuang. Kadang-kadang apabila terdapatkan dalam jumlah yang cukup banyak bisa dimanfaatkan sebagai hasil sampingan (”by-product’), misalnya mineral kuarsa, fluorit, garnet dan lain-lain. Mineral non logam tersebut disebut ”gangue mineral” apabila terdapat bersama-sama mineral logam didalam suatu batuan. Apabila terdapat didalam endapan non logam yang ekonomis, disebut sebagai ’waste mineral”.
Yang termasuk golongan endapan mineral non logam adalah material-material berupa padat, cairan atau gas. Material-material tersebut bisa berbentuk mineral, batuan, persenyawaan hidrokarbon atau berupa endapan garam. Contoh endapan ini adalah mika, batuan granit, batubara, minyak dan gas bumi, halit dan lain-lain.
Kadar (prosentase) rata-rata minimum ekonomis suatu logam didalam bijih disebut ”cut off grade”. Kandungan logam yang terpadat didalam suatu bijih disebut ”tenor off ore”. Karena kemajuan teknologi, khususnya didalam cara-cara pemisahan logam, sering menyebabkan mineral atau batuan yang pada mulanya tidak bernilai ekonomis bisa menjadi mineral bijih atau bijih yang ekonomis.
Jenis logam tertentu tidak selalu terdapat didalam satu macam mineral saja, tetapi juga terdapat pada lebih dari satu macam mineral. Misalnya logam Cu bisa terdapat pada mineral kalkosit, bornit atau krisokola. Sebaliknya satu jenis mineral tertentu sering dapat mengandung lebih dari satu jenis logam. Misalnya mineral Pentlandit mengandung logam nikel dan besi. Mineral wolframit mengandung unsur-unsur logam Ti, Mn dan Fe. Keadaan tersebut disebabkan karena logam-logam tertentu sering terdapat bersama-sama pada jenis batuan tertentu dengan asosiasi mineral tertentu pula, hal itu erat hubungannya dengan proses kejadian (genesa) mineral bijih.
Besi merupakan logam kedua yang paling banyak di bumi ini. Karakter dari endapan besi ini bisa berupa endapan logam yang berdiri sendiri namun seringkali ditemukan berasosiasi dengan mineral logam lainnya. Kadang besi terdapat sebagai kandungan logam tanah (residual), namun jarang yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Endapan besi yang ekonomis umumnya berupa Magnetite, Hematite, Limonite dan Siderite. Kadang kala dapat berupa mineral: Pyrite, Pyrhotite, Marcasite, dan Chamosite.
Beberapa jenis genesa dan endapan yang memungkinkan endapan besi bernilai ekonomis antara lain :
1. Magmatik: Magnetite dan Titaniferous Magnetite
2. Metasomatik kontak: Magnetite dan Specularite
3. Pergantian/replacement: Magnetite dan Hematite
4. Sedimentasi/placer: Hematite, Limonite, dan Siderite
5. Konsentrasi mekanik dan residual: Hematite, Magnetite dan Limonite
6. Oksidasi: Limonite dan Hematite
7. Letusan Gunung Api
Dari mineral-mineral bijih besi, magnetit adalah mineral dengan kandungan Fe paling tinggi, tetapi terdapat dalam jumlah kecil. Sementara hematit merupakan mineral bijih utama yang dibutuhkan dalam industri besi. Mineral-mineral pembawa besi dengan nilai ekonomis dengan susunan kimia, kandungan Fe dan klasifikasi komersil dapat dilihat pada Tabel dibawah ini:
Tabel mineral-mineral bijih besi bernilai ekonomis
Mineral
Susunan kimia
Kandungan Fe (%)
Klasifikasi komersil
Magnetit
FeO, Fe2O3
72,4
Magnetik atau bijih hitam
Hematit
Fe2O3
70,0
Bijih merah
Limonit
Fe2O3.nH2O
59 - 63
Bijih coklat
Siderit
FeCO3
48,2
Spathic, black band, clay ironstone
Sumber : Iron & Ferroalloy Metals in (ed) M. L. Jensen & A. M. Bafeman, 1981; Economic Mineral Deposits, P. 392.
Besi merupakan komponen kerak bumi yang persentasenya sekitar 5%. Besi atau ferrum tergolong unsur logam dengan symbol Fe. Bentuk murninya berwarna gelap, abu-abu keperakan dengan kilap logam. Logam ini sangat mudah bereaksi dan mudah teroksidasi membentuk karat. Sifat magnetism besi sangat kuat, dan sifat dalamnya malleable atau dapat ditempa. Tingkat kekerasan 4-5 dengan berat jenis 7,3-7,8.Besi oksida pada tanah dan batuan menunjukkan warna merah, jingga, hingga kekuningan. Besi bersama dengan nikel merupakan alloy pada inti bumi/ inner core. Bijih besi utama terdiri dari hematit (Fe2O3). dan magnetit (Fe3O4). Deposit hematit dalam lingkungan sedimentasi seringkali berupa formasi banded iron (BIFs) yang merupakan variasi lapisan chert, kuarsa, hematit, dan magnetit. Proses pembentukan dari presipitasi unsur besi dari laut dangkal. Taconite adalah bijih besi silika yang merupakan deposit bijih tingkat rendah. Terdapat dan ditambang di United States, Kanada, dan China. Bentuk native jarang dijumpai, dan biasanya terdapat pada proses ekstraterestrial, yaitu meteorit yang menabrak kulit bumi. Semua besi yang terdapat di alam sebenarnya merupakan alloy besi dan nikel yang bersenyawa dalam rasio persentase tertentu, dari 6% nikel hingga 75% nikel. Unsur ini berasosiasi dengan olivine dan piroksen. Penggunaan logam besi dapat dikatakan merupakan logam utama. Dalam kehidupan seharti-hari, besi dimanfaatkan untuk: Bahan pembuatan baja Alloy dengan logam lain seperti tungsten, mangan, nikel, vanadium, dan kromium untuk menguatkan atau mengeraskan campuran. Keperluan metalurgi dan magnet Katalis dalam kegiatan industri Besi radiokatif (iron 59) digunakan di bidang medis, biokimia, dan metalurgi. Pewarna, plastik, tinta, kosmetik, dan sebagainya
a. Besi primer
Proses terjadinya cebakan bahan galian bijih besi berhubungan erat dengan adanya peristiwa tektonik pra-mineralisasi. Akibat peristiwa tektonik, terbentuklah struktur sesar, struktur sesar ini merupakan zona lemah yang memungkinkan terjadinya magmatisme, yaitu intrusi magma menerobos batuan tua. Akibat adanya kontak magmatik ini, terjadilah proses rekristalisasi, alterasi, mineralisasi, dan penggantian (replacement) pada bagian kontak magma dengan batuan yang diterobosnya.
Perubahan ini disebabkan karena adanya panas dan bahan cair (fluida) yang berasal dari aktivitas magma tersebut. Proses penerobosan magma pada zona lemah ini hingga membeku umumnya disertai dengan kontak metamorfosa. Kontak metamorfosa juga melibatkan batuan samping sehingga menimbulkan bahan cair (fluida) seperti cairan magmatik dan metamorfik yang banyak mengandung bijih.
b. Besi Sekunder (Endapan Placer)
Pembentukan endapan pasir besi memiliki perbedaan genesa dibandingkan dengan mineralisasi logam lainnya yang umum terdapat. Pembentukan pasir besi adalah merupakan produk dari proses kimia dan fisika dari batuan berkomposisi menengah hingga basa atau dari batuan bersifat andesitik hingga basaltik. Proses ini dapat dikatakan merupakan gabungan dari proses kimia dan fisika.Di daerah pantai selatan Kabupaten Ende, endapan pasir pantai di perkirakan berasal dari akumulasi hasil desintegrasi kimia dan fisika seperti adanya pelarutan, penghancuran batuan oleh arus air, pencucian secara berulang-ulang, transportasi dan pengendapan.
Cebakan mineral alochton dibentuk oleh kumpulan mineral berat melalui proses sedimentasi, secara alamiah terpisah karena gravitasi dan dibantu pergerakan media cair, padat dan gas/udara. Kerapatan konsentrasi mineral-mineral berat tersebut tergantung kepada tingkat kebebasannya dari sumber, berat jenis, ketahanan kimiawi hingga lamanya pelapukan dan mekanisma. Dengan nilai ekonomi yang dimilikinya para ahli geologi menyebut endapan alochton tersebut sebagai cebakan placer.
Jenis cebakan ini telah terbentuk dalam semua waktu geologi, tetapi kebanyakan pada umur Tersier dan masa kini, sebagian besar merupakan cadangan berukuran kecil dan sering terkumpul dalam waktu singkat karena tererosi. Kebanyakan cebakan berkadar rendah tetapi dapat ditambang karena berupa partikel bebas, mudah dikerjakan dengan tanpa penghancuran; dimana pemisahannya dapat menggunakan alat semi-mobile dan relatif murah. Penambangannya biasanya dengan cara pengerukan, yang merupakan metoda penambangan termurah.
Cebakan-cebakan placer berdasarkan genesanya:
G e n e s a
J e n i s
Terakumulasi in situ selama pelapukan
Placer residual
Terkonsentrasi dalam media padat yang bergerak
Placer eluvial
Terkonsentrasi dalam media cair yang bergerak (air)
 Placer aluvial atau sungai
 Placer pantai
Terkonsentrasi dalam media gas/udara yang bergerak
Placer Aeolian (jarang)
Placer residual. Partikel mineral/bijih pembentuk cebakan terakumulasi langsung di atas batuan sumbernya (contoh : urat mengandung emas atau kasiterit) yang telah mengalami pengrusakan/peng-hancuran kimiawi dan terpisah dari bahan-bahan batuan yang lebih ringan. Jenis cebakan ini hanya terbentuk pada permukaan tanah yang hampir rata, dimana didalamnya dapat juga ditemukan mineral-mineral ringan yang tahan reaksi kimia (misal : beryl).
Placer eluvial. Partikel mineral/bijih pembentuk jenis cebakan ini diendapkan di atas lereng bukit suatu batuan sumber. Di beberapa daerah ditemukan placer eluvial dengan bahan-bahan pembentuknya yang bernilai ekonomis terakumulasi pada kantong-kantong (pockets) permukaan batuan dasar.
Placer sungai atau aluvial. Jenis ini paling penting terutama yang berkaitan dengan bijih emas yang umumnya berasosiasi dengan bijih besi, dimana konfigurasi lapisan dan berat jenis partikel mineral/bijih menjadi faktor-faktor penting dalam pembentukannya. Telah dikenal bahwa fraksi mineral berat dalam cebakan ini berukuran lebih kecil daripada fraksi mineral ringan, sehubungan : Pertama, mineral berat pada batuan sumber (beku dan malihan) terbentuk dalam ukuran lebih kecil daripada mineral utama pembentuk batuan. Kedua, pemilahan dan susunan endapan sedimen dikendalikan oleh berat jenis dan ukuran partikel (rasio hidraulik).
Placer pantai. Cebakan ini terbentuk sepanjang garis pantai oleh pemusatan gelombang dan arus air laut di sepanjang pantai. Gelombang melemparkan partikel-partikel pembentuk cebakan ke pantai dimana air yang kembali membawa bahan-bahan ringan untuk dipisahkan dari mineral berat. Bertambah besar dan berat partikel akan diendapkan/terkonsentrasi di pantai, kemudian terakumulasi sebagai batas yang jelas dan membentuk lapisan. Perlapisan menunjukkan urutan terbalik dari ukuran dan berat partikel, dimana lapisan dasar berukuran halus dan/ atau kaya akan mineral berat dan ke bagian atas berangsur menjadi lebih kasar dan/atau sedikit mengandung mineral berat.
Placer pantai (beach placer) terjadi pada kondisi topografi berbeda yang disebabkan oleh perubahan muka air laut, dimana zona optimum pemisahan mineral berat berada pada zona pasang-surut dari suatu pantai terbuka. Konsentrasi partikel mineral/bijih juga dimungkinkan pada terrace hasil bentukan gelombang laut. Mineral-mineral terpenting yang dikandung jenis cebakan ini adalah : magnetit, ilmenit, emas, kasiterit, intan, monazit, rutil, xenotim dan zirkon.
Mineral ikutan dalam endapan placer. Suatu cebakan pasir besi selain mengandung mineral-mineral bijih besi utama tersebut dimungkinkan berasosiasi dengan mineral-mineral mengandung Fe lainnya diantaranya : pirit (FeS2), markasit (FeS), pirhotit (Fe1-xS), chamosit [Fe2Al2 SiO5(OH)4], ilmenit (FeTiO3), wolframit [(Fe,Mn)WO4], kromit (FeCr2O4); atau juga mineral-mineral non-Fe yang dapat memberikan nilai tambah seperti : rutil (TiO2), kasiterit (SnO2), monasit [Ce,La,Nd, Th(PO4, SiO4)], intan, emas (Au), platinum (Pt), xenotim (YPO4), zirkon (ZrSiO4) dan lain-lain.
c. Endapan besi laterit
Nikel Laterit Berdasarkan cara terjadinya, endapan nikel dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu endapan sulfida nikel – tembaga berasal dari mineral pentlandit, yang terbentuk akibat injeksi magma dan konsentrasi residu (sisa) silikat nikel hasil pelapukan batuan beku ultramafik yang sering disebut endapan nikel laterit. Menurut Bateman (1981), endapan jenis konsentrasi sisa dapat terbentuk jika batuan induk yang mengandung bijih mengalami proses pelapukan, maka mineral yang mudah larut akan terusir oleh proses erosi, sedangkan mineral bijih biasanya stabil dan mempunyai berat jenis besar akan tertinggal dan terkumpul menjadi endapan konsentrasi sisa. Air permukaan yang mengandung CO2 dari atmosfer dan terkayakan kembali oleh material – material organis di permukaan meresap ke bawah permukaan tanah sampai pada zona pelindihan, dimana fluktuasi air tanah berlangsung. Akibat fluktuasi ini air tanah yang kaya akan CO2 akan kontak dengan zona saprolit yang masih mengandung batuan asal dan melarutkan mineral – mineral yang tidak stabil seperti olivin / serpentin dan piroksen. Mg, Si dan Ni akan larut dan terbawa sesuai dengan aliran air tanah dan akan memberikan mineral – mineral baru pada proses pengendapan kembali (Hasanudin dkk, 1992).
Boldt (1967), menyatakan bahwa proses pelapukan dimulai pada batuan ultramafik (peridotit, dunit, serpentin), dimana pada batuan ini banyak mengandung mineral olivin, magnesium silikat dan besi silikat, yang pada umumnya banyak mengandung 0,30 % nikel. Batuan tersebut sangat mudah dipengaruhi oleh pelapukan lateritik. Air tanah yang kaya akan CO2 berasal dari udara luar dan tumbuh – tumbuhan, akan menghancurkan olivin. Terjadi penguraian olivin, magnesium, besi, nikel dan silika kedalam larutan, cenderung untuk membentuk suspensi koloid dari partikel – partikel silika yang submikroskopis. Didalam larutan besi akan bersenyawa dengan oksida dan mengendap sebagai ferri hidroksida. Akhirnya endapan ini akan menghilangkan air dengan membentuk mineral – mineral seperti karat, yaitu hematit dan kobalt dalam jumlah kecil, jadi besi oksida mengendap dekat dengan permukaan tanah.
Proses laterisasi adalah proses pencucian pada mineral yang mudah larut dan silika pada profil laterit pada lingkungan yang bersifat asam dan lembab serta membentuk konsentrasi endapan hasil pengkayaan proses laterisasi pada unsur Fe, Cr, Al, Ni dan Co (Rose et al., 1979 dalam Nushantara 2002) . Proses pelapukan dan pencucian yang terjadi akan menyebabkan unsur Fe, Cr, Al, Ni dan Co terkayakan di zona limonit dan terikat sebagai mineral – mineral oxida / hidroksida, seperti limonit, hematit, dan Goetit (Hasanudin, 1992).
Besi dan Alumina Laterit
Besi dan alumina laterit tidak dapat di pisahkan dari proses pembentukan nikel laterit, salah satu produk laterit adalah besi dan almunium. Pada profil laterit terdapat zona-zona di antaranya zona limonit. Zona ini menjadi zona terakumulasinya unsur-unsur yang kurang mobile, seperti Fe dan Al. Batuan dasar dari pembentukan nikel laterit adalah batuan peridotit dan dunit, yang komposisinya berupa mineral olivine dan piroksin. Faktor yang sangat mempengaruhi sangat banyak salah satunya adalah pelapukan kimia. Karena adanya pelapukan kimia maka mineral primer akan terurai dan larut. Faktor lain yang sangat mendukung adalah air tanah, air tanah akan melindi mineral-mineral sampai pada batas antara limonit dan saprolit, faktor lain dapat berupa PH, topografi dan lain-lain.
Endapan besi dan alumina banyak terkonsentrasi pada zona limonit. Pada zona ini di dominasi oleh Goethit (Fe2O3H2O), Hematite (Fe2O3) yang relatif tinggi, Gibbsite (Al2O3.3H2O), Clinoclore (5MgO.Al2O3.3SiO2.4H2O) dan mineral-mineral hydrous silicates lainnya(mineral lempung) Bijih besi dapat terbentuk secara primer maupun sekunder. Proses pembentukan bijih besi primer berhubungan dengan proses magmatisme berupa gravity settling dari besi dalam batuan dunit, kemudian diikuti dengan proses metamorfisme/metasomatsma yang diakhiri oleh proses hidrotermal akibat terobosan batuan beku dioritik. Jenis cebakan bijih besi primer didominasi magnetit – hematite dan sebagian berasosiasi dengan kromit – garnet, yang terdapat pada batuan dunit terubah dan genes-sekis.
Besi yang terbentuk secara sekunder di sebut besi laterit berasosiasi dengan batuan peridotit yang telah mengalami pelapukan. Proses pelapukan berjalan secara intensif karena pengaruh faktor-faktor kemiringan lereng yang relative kecil, air tanah dan cuaca, sehingga menghasilkan tanah laterit yang kadang-kadang masih mengandung bongkahan bijih besi hematite/goetit berukuran kerikil – kerakal.
Besi Laterit merupakan jenis cebakan endapan residu yang dihasilkan oleh proses pelapukan yang terjadi pada batuan peridotit/piroksenit dengan melibatkan dekomposisi, pengendapan kembali dan pengumpulan secara kimiawi . Bijih besi tipe laterit umumnya terdapat didaerah puncak perbukitan yang relative landai atau mempunyai kemiringan lereng dibawah 10%, sehingga menjadi salah satu factor utama dimana proses pelapukan secara kimiawi akan berperan lebih besar daripada proses mekanik. Sementara struktur dan karakteristik tanah relative dipengaruhi oleh daya larut mineral dan kondisi aliran air tanah. Adapun profil lengkap tanah laterit tersebut dari bagian atas ke bawah adalah sebagai berikut : zone limonit, zone pelindian (leaching zone) dan zone saprolit yang terletak di atas batuan asalnya (ultrabasa).
Zona pelindian yang terdapat diantara zona limonit dan zona saprolit ini hanya terbentuk apabila aliran air tanah berjalan lambat pada saat mencapai kondisi saturasi yang sesuai untuk membentuk endapan bijih. Pengendapan dapat terjadi di suatu daerah beriklim tropis dengan musim kering yang lama. Ketebalan zona ini sangat beragam karena dikendalikan oleh fluktuasi air tanah akibat peralihan musim kemarau dan musim penghujan, rekahan-rekahan dalam zona saprolit dan permeabilitas dalam zona limonit.
Derajat serpentinisasi batuan asal peridotit tampaknya mempengaruhi pembentukan zona saprolit, ditunjukkan oleh pembentukan zona saprolit dengan inti batuan sisa yang keras sebagai bentukan dari peridotit/piroksenit yang sedikit terserpentinisasikan, sementara batuan dengan gejala serpentinit yang kuat dapat menghasilkan zona saprolit .Fluktuasi air tanah yang kaya CO2 akan mengakibatkan kontak dengan saprolit batuan asal dan melarutkan mineral mineral yang tidak stabil seperti serpentin dan piroksin. Unsur Mg, Si, dan Ni dari batuan akan larut dan terbawa aliran air tanah dan akan membentuk mineral-mineral baru pada saat terjadi proses pengendapan kembali. Unsur-unsur yang tertinggal seperti Fe, Al, Mn, CO, dan Ni dalam zona limonit akan terikat sebagai mineral-mineral oksida/hidroksida diantaranya limonit, hematit, goetit, manganit dan lain-lain. Akibat pengurangan yang sangat besar dari Ni-unsur Mg dan Si tersebut, maka terjadi penyusutan zona saprolit yang masih banyak mengandung bongkah-bongkah batuan asal. Sehingga kadar hematit unsur residu di zona laterit bawah akan naik sampai 10 kali untuk membentuk pengayaan Fe2O3 hingga mencapai lebih dari 72% dengan spinel-krom relative naik hingga sekitar 5% .
Besi laterit
Mineral ini terbentuk dari pelapukan mineral utama berupa olivine dan piroksin. Mineral ini merupakan golongan mineral oksida hidroksida non silikat, mineral ini terbentuk dari unsur besi dan oksida atau FeO( ferrous oxides) kemudian mengalami proses oksidasi menjadi Fe2O3 lalu mengalami presipitasi atau proses hidroksil menjadi Fe2O3H2O ( geotithe). Mineral ini tingkat mobilitas unsurnya pada kondisi asam sangat rendah, oleh karena itu pada profil laterit banyak terkonsentrasi pada zona limonit.
Alumina
Unsur Al hadir dalam mineral piroksin, spinel (MgO.Al2O3), pada mineral sekunder seperti Clinochlor (5MgO.Al2O3.3SiO2.4H2O), dan gibbsite (Al2O3.3H2O). Alumina sangat tidak larut pada air tanah yang ber Ph antara 4-9.
d. Eksplorasi Bijih Besi.
Penyelidikan umum dan eksplorasi bijih besi di Indonesia sudah banyak dilakukan oleh berbagai pihak, sehingga diperlukan penyusunan pedoman teknis eksplorasi bijih besi. Pedoman dimaksudkan sebagai bahan acuan berbagai pihak dalam melakukan kegiatan penyelidikan umum dan eksplorasi bijih besi primer, agar ada kesamaan dalam melakukan kegiatan tersebut diatas sampai pelaporan.
Tata cara eksplorasi bijih besi primer meliputi urutan kegiatan eksplorasi sebelum pekerjaan lapangan, saat pekerjaan lapangan dan setelah pekerjaan lapangan. Kegiatan sebelum pekerjaan lapangan ini bertujuan untuk mengetahui gambaran mengenai prospek cebakan bijih besi primer, meliputi studi literatur dan penginderaan jarak jauh. Penyediaan peralatan antara lain peta topografi, peta geologi, alat pemboran inti, alat ukur topografi, palu dan kompas geologi, loupe, magnetic pen, GPS, pita ukur, alat gali, magnetometer, kappameter dan peralatan geofisika.
Kegiatan pekerjaan lapangan yang dilakukan adalah penyelidikan geologi meliputi pemetaan; pembuatan paritan dan sumur uji, pengukuran topografi, survei geofisika dan pemboran inti.
Kegiatan setelah pekerjaan lapangan yang dilakukan antara lain adalah analisis laboratorium dan pengolahan data. Analisis laboratorium meliputi analisis kimia dan fisika. Unsur yang dianalisis kimia antara lain : Fetotal, Fe2O3, Fe3O4, TiO2, S, P, SiO2, MgO, CaO, K2O, Al2O3, LOI. Analisis fisika yang dilakukan antara lain : mineragrafi, petrografi, berat jenis (BD). Sedangkan pengolahan data adalah interpretasi hasil dari penyelidikan lapangan dan analisis laboratorium.
Tahapan eksplorasi adalah urutan penyelidikan geologi yang umumnya dilakukan melalui empat tahap sbb : Survei tinjau, prospeksi, eksplorasi umum, eksplorasi rinci. Survei tinjau, tahap eksplorasi untuk mengidentifikasi daerah-daerah yang berpotensi bagi keterdapatan mineral pada skala regional. Prospeksi, tahap eksplorasi dengan jalan mempersempit daerah yg mengandung endapan mineral yg potensial. Eksplorasi umum, tahap eksplorasi yang rnerupakan deliniasi awal dari suatu endapan yang teridentifikasi .
Eksplorasi rinci, tahap eksplorasi untuk mendeliniasi secara rinci dalarn 3-dimensi terhadap endapan mineral yang telah diketahui dari pencontohan singkapan, paritan, lubang bor, shafts dan terowongan.
Penyelidikan geologi adalah penyelidikan yang berkaitan dengan aspek-aspek geologi diantaranya : pemetaan geologi, parit uji, sumur uji. Pemetaan adalah pengamatan dan pengambilan conto yang berkaitan dengan aspek geologi dilapangan. Pengamatan yang dilakukan meliputi : jenis litologi, mineralisasi, ubahan dan struktur pada singkapan, sedangkan pengambilan conto berupa batuan terpilih.
Penyelidikan Geofisika adalah penyelidikan yang berdasarkan sifat fisik batuan, untuk dapat mengetahui struktur bawah permukaan, geometri cebakan mineral, serta sebarannya secara horizontal maupun secara vertical yang mendukung penafsiran geologi dan geokimia secara langsung maupun tidak langsung.
Pemboran inti dilakukan setelah penyelidikan geologi dan penyelidikan geofisika. Penentuan jumlah cadangan (sumberdaya) mineral yang mempunyai nilai ekonomis adalah suatu hal pertama kali yang perlu dikaji, dihitung sesuai standar perhitungan cadangan yang berlaku, karena akan berpengaruh terhadap optimasi rencana usaha tambang, umur tambang dan hasil yang akan diperoleh.
Dalam hal penentuan cadangan, langkah yang perlu diperhatikan antara lain :
- Memadai atau tidaknya kegiatan dan hasil eksplorasi.
- Kebenaran penyebaran dan kualitas cadangan berdasarkan korelasi seluruh data eksplorasi seperti pemboran, analisis conto, dll.
- Kelayakan penentuan batasan cadangan, seperti Cut of Grade, Stripping Ratio, kedalaman maksimum penambangan, ketebalan minimum dan sebagainya bertujuan untuk mengetahui kondisi geologi dan sebaran bijih besi bawah permukaan.

Mineralisasi

Mineralisasi dan Alterasi dalam Sistem Hidrotermal
Larutan hidrotermal terbentuk pada fase akhir siklus pembekuan magma. Interaksi antara larutan hidrotermal dengan batuan yang dilewati akan menyebabkan terubahnya mineral-mineral penyusun batuan samping dan membentuk mineral alterasi. Larutan hidrotermal tersebut akan terendapkan pada suatu tempat membentuk mineralisasi (Bateman, 1981). Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi pengendapan mineral di dalam sistem hidrotermal terdiri dari empat macam (Barnes, 1979; Guilbert dan Park, 1986), yaitu: (1) Perubahan temperatur; (2) Perubahan tekanan; (3) Reaksi kimia antara fluida hidrotermal dengan batuan yang dilewati; dan (4) Percampuran antara dua larutan yang berbeda. Temperatur dan pH fluida merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi mineralogi sistem hidrotermal. Tekanan langsung berhubungan dengan temperatur, dan konsentrasi unsur terekspresikan di dalam pH batuan hasil mineralisasi (Corbett dan Leach, 1996).
Guilbert dan Park (1986) mengemukakan alterasi merupakan perubahan di dalam komposisi mineralogi suatu batuan (terutama secara fisik dan kimia), khususnya diakibatkan oleh aksi dari fluida hidrotermal. Alterasi hidrotermal merupakan konversi dari gabungan beberapa mineral membentuk mineral baru yang lebih stabil di dalam kondisi temperatur, tekanan dan komposisi hidrotermal tertentu (Barnes, 1979; Reyes, 1990 dalam Hedenquist, 1998). Mineralogi batuan alterasi dapat mengindikasikan komposisi atau pH fluida hidrotermal (Henley et al., 1984 dalam Hedenquist, 1998).
Corbett dan Leach (1996) mengemukakan komposisi batuan samping berperan mengkontrol mineralogi alterasi. Mineralogi skarn terbentuk di dalam batuan karbonatan. Fase adularia K-feldspar dipengaruhi oleh batuan kaya potasium. Paragonit (Na-mika) terbentuk pada proses alterasi yang mengenai batuan berkomposisi albit. Muskovit terbentuk di dalam alterasi batuan potasik.
Sistem pembentukan mineralisasi di lingkaran Pasifik secara umum terdiri dari endapan mineral tipe porfiri, mesotermal sampai epitermal (Corbett dan Leach, 1996). Tipe porfiri terbentuk pada kedalaman lebih besar dari 1 km dan batuan induk berupa batuan intrusi. Sillitoe, 1993a (dalam Corbett dan Leach, 1996) mengemukakan bahwa endapan porfiri mempunyai diameter 1 sampai > 2 km dan bentuknya silinder.
Tipe mesotermal terbentuk pada temperatur dan tekanan menengah, dan bertemperatur > 300oC (Lindgren, 1922 dalam Corbett dan Leach, 1996). Kandungan sulfida bijih terdiri dari kalkopirit, spalerit, galena, tertahidrit, bornit, dan kalkosit. Mineral penyerta terdiri dari kuarsa, karbonat (kalsit, siderit, rodokrosit), dan pirit. Mineral alterasi terdiri dari serisit, kuarsa, kalsit, dolomit, pirit, ortoklas, dan lempung.
Tipe epitermal terbentuk di lingkungan dangkal dengan temperatur < 300oC, dan fluida hidrotermal diinterpretasikan bersumber dari fluida meteorik. Endapan tipe  ini merupakan kelanjutan dari sistem hidrotermal tipe porfiri, dan terbentuk pada busur magmatik bagian dalam di lingkungan gunungapi kalk-alkali atau batuan dasar sedimen (Heyba et al., 1985 dalam Corbett dan Leach, 1996). Sistem ini umumnya mempunyai variasi endapan sulfida rendah dan sulfida tinggi (gambar 4). Mineral bijih terdiri dari timonidsulfat, arsenidsulfat, emas dan perak, stibnite, argentit, cinabar, elektrum, emas murni, perak murni, selenid, dan mengandung sedikit galena, spalerit, dan galena. Mineral penyerta terdiri dari kuarsa, ametis, adularia, kalsit, rodokrosit, barit, flourit, dan hematit. Mineral alterasi terdiri dari klorit, serisit, alunit, zeolit, adularia, silika, pirit, dan kalsit.
Gambar 3: Model mineralisasi emas-perak lingkaran Pasifik
(Corbett, 2002)
Gambar 4: Model fluida sulfida tinggi dan rendah (Corbett dan Leach, 1996)
Morrison, 1997, mengemukakan beberapa asosiasi mineral petunjuk sistem hipogen dalam proses magmatik yang berhubungan dengan mineralisasi epigenetik sebagai berikut:
Tabel 1: Asosiasi mineral petunjuk sistem hipogen dalam proses magmatik yang
berhubungan dengan mineralisasi epigenetik (Morrison, 1997).

Zonasi alterasi dapat mempunyai bentuk geometri yang berbeda-beda, mulai dari bentuk konsentris, linier, sampai tidak teratur dan komplek. Zonasi alterasi endapan Porfiri Cu mempunyai bentuk konsentris. Bagian inti/tengah terdiri dari alterasi potasik, berkomposisi potasium feldspar dan biotit. Bagian tengah merupakan zonasi alterasi philik tersusun oleh kuarsa-serisit-pirit. Bagian paling luar mempuyai alterasi propilitik, mineraloginya tersusun oleh kuarsa-klorit-karbonat, dan setempat-setempat terdapat epidot, albit atau adularia. Endapan epitermal berbentuk urat/vein yang berasosiasi dengan struktur mayor mempunyai pola linier dan paralel dengan arah struktur. Urut-urutan zonasi alterasi dari temperatur tinggi ke temperatur rendah adalah argilik sempurna, serisit, argilik, dan propilitik.
Mineralisasi/alterasi endapan urat yang berasosiasi dengan endapan logam dasar dicirikan oleh zonasi pembentukan mineral dari temperatur tinggi sampai rendah. Urat/vein di daerah proksimal kaya kandungan tembaga dan rasio logam dibanding sulfur tinggi. Daerah ini dicirikan oleh hadirnya alterasi argillik sempurna di bagian dalam dan ke arah luar berubah menjadi alterasi serisitik. Daerah distal kaya kandungan timbal dan zeng, dan terdiri dari mineral sulfida dengan rasio logam dibanding sulfur rendah. Alterasi yang berkembang di daerah ini berupa alterasi propilitik, semakin ke arah jauh dari urat tersusun oleh batuan tidak teralterasi (Panteleyev, 1994; Corbett, 2002).
Tabel 2: Dominasi komposisi mineralisasi/alterasi pada temperatur tinggi dan rendah
(disederhanakan dari Corbett, 2002)
TEMPERATUR TINGGI TEMPERATUR RENDAH
Kalkopirit Galena, spalerit
Kuarsa kristalin (comb stucture) Kalsedon-opal
Kuarsa butir kasar Kuarsa butir halus
Serisit Smektit-illit
Philik Propilitik
Gambar 5: Zonasi proksimal – distal tipe endapan urat logam dasar yang berasosiasi dengan endapan porfiri tembaga/molibdenum (Panteleyev, 1994)
GuilbertdanPark, 1986, mengemukakan model hubungan antara mineralisasi dan alterasi dalam sistem epitermal (gambar 6). Beberapa asosiasi mineral bijih maupun mineral skunder erat hubungannya dengan besar temperatur larutan hidrotermal pada waktu mineralisasi. Mineral bijih galena, sfalerit dan kalkopirit terbentuk pada horison logam dasar bagian bawah dengan temperatur ≥ 350oC. Pada horison ini alterasi bertipe argilik sempurna dan terbentuk mineral alterasi temperatur tinggi seperti adularia, albit dan feldspar. Fluida hidrotermal di horison logam dasar (bagian tengah) bertemperatur antara 200o- 400oC. Mineral bijih terdiri dari argentit, elektrum, pirargirit dan proustit. Mineral ubahan terdiri dari serisit, adularia, ametis, sedikit mengandung albit. Horison bagian atas terbentuk pada temperatur < 200oC. Mineral bijih terdiri dari emas di dalam pirit, Ag-garamsulfo dan pirit. Mineral ubahan berupa zeolit, kalsit, agat.
Gambar 6: Alterasi hubungannya dengan mineralisasi dalam tipe endapan epitermal
logam dasar (Guilbert dan Park, 1986)
Berdasarkan pada kisaran temperatur dan pH, komposisi alterasi pada sistem emas-tembaga hidrotermal di lingkaran Pasifik dapat dikelompokan menjadi 6 tipe alterasi  (Corbett dan Leach, 1996), yaitu:
1) Argilik sempurna (silika pH rendah, alunit, dan group mineral alunit-kaolinit.
2) Argilik tersusun oleh anggota kaolin (halosit, kaolin, dikit) dan illit (smektit, selang-seling illlit-smektit, illit) dan group mineral transisi (klorit-illit).
3) Philik tersusun oleh anggota kaolin (piropilit-andalusit) dan illit (serisit-mika putih) berasosiasi dengan mineral pada temperatur tinggi seperti serisit-mika-klorit.
4) Subpropilitik tersusun oleh klorit-zeolit yang terbentuk pada temperatur rendah dan propilitik tersusun oleh klorit-epidot-aktinolit terbentuk pada temperatur rendah.
5) Potasik tersusun oleh biotit-K-feldspar-aktinolit+klinopiroksen.
6) Skarn tersusun oleh mineral kalk-silikat  (Ca-garnet, klinopiroksen, tremolit).

Gambar 7: Mineralogi alterasi di dalam sistem hidrotermal (Corbett dan Leach, 1996)

Selasa, 19 Juli 2011

Pengenalan Gerakan Tanah
PENDAHULUAN
Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik,dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antara lempeng itumaka terbentuk daerah penunjaman memanjang di sebelah Barat Pulau Sumatera, sebelahSelatan Pulau Jawa hingga ke Bali dan Kepulauan Nusa Tenggara, sebelah Utara KepulauanMaluku, dan sebelah Utara Papua. Konsekuensi lain dari tumbukan itu maka terbentuk palungsamudera, lipatan, punggungan dan patahan di busur kepulauan, sebaran gunungapi, dan sebaransumber gempabumi. Gunungapi yang ada di Indonesia berjumlah 129. Angka itu merupakan13% dari jumlah gunungapi aktif dunia. Dengan demikian Indonesia rawan terhadap bencanaletusan gunungapi dan gempabumi. Di beberapa pantai, dengan bentuk pantai sedang hinggacuram, jika terjadi gempabumi dengan sumber berada di dasar laut atau samudera dapatmenimbulkan gelombang Tsunami.
Jenis tanah pelapukan yang sering dijumpai di Indonesia adalah hasil letusan gunungapi. Tanah ini memiliki komposisi sebagian besar lempung dengan sedikit pasir dan bersifat subur. Tanahpelapukan yang berada di atas batuan kedap air pada perbukitan/punggungan dengankemiringan sedang hingga terjal berpotensi mengakibatkan tanah longsor pada musim hujan dengan curah hujan berkuantitas tinggi. Jika perbukitan tersebut tidak ada tanaman kerasberakar kuat dan dalam, maka kawasan tersebut rawan bencana tanah longsor.
PENGERTIAN TANAH LONGSOR
Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan,tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng. Proses terjadinyatanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut: air yang meresap ke dalam tanah akanmenambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperansebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerakmengikuti lereng dan keluar lereng.
JENIS TANAH LONGSOR
Ada 6 jenis tanah longsor, yakni: longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakan blok,runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan. Jenis longsoran translasi dan rotasipaling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak memakan korban
jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan.
1.
Longsoran Translasi Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata ataumenggelombang landai.
2.
Longsoran Rotasi
Longsoran rotasi adalah bergerak-nya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung.
3.
Pergerakan Blok
Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerakpada bidang gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebutjuga longsoran translasi blok batu.
4.
Runtuhan Batu
Runtuhan batu terjadi ketika sejum-lah besar batuan atau material lain bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas.Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga meng-gantung terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapat menyebabkan kerusakan yang parah.
5.
Rayapan Tanah Rayapan Tanah adalah jenis tanah longsor yang bergeraklambat. Jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenistanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali. Setelah waktuyang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke bawah.
6.
Aliran Bahan Rombakan Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerakdidorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung padakemiringan lereng, volume dan tekanan air, dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah danmampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempatbisa sampai ribuan meter seperti di daerah aliran sungai disekitar gunungapi. Aliran tanah ini dapat menelan korban cukup banyak.
GEJALA UMUM TANAH LONGSOR

Munculnya retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing.

Biasanya terjadi setelah hujan.

Munculnya mata air baru secara tiba-tiba.

Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan.
PENYEBAB TERJADINYA TANAH LONGSOR
Pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih besar daripada gayapenahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan tanah.Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan.
Faktor-faktor Penyebab Tanah Longsor
1.
Hujan
Ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada bulan November karenameningkatnya intensitas curah hujan. Musim kering yang panjang akanmenyebabkan terjadinya penguapan air di permukaan tanah dalam
jumlah besar. Hal itu mengakibatkan munculnya pori-pori atau rongga tanah hingga terjadi retakan dan merekahnya tanah permukaan. Ketika hujan, air akan menyusup ke bagian yang retak sehingga tanahdengan cepat mengembang kembali. Pada awal musim hujan, intensitashujan yang tinggi biasanya sering terjadi, sehingga kandungan air padatanah menjadi jenuh dalam waktu singkat. Hujan lebat pada awal musim dapat menimbulkan longsor, karenamelalui tanah yang merekah air akan masuk dan terakumulasi di bagian dasar lereng, sehingga menimbulkan gerakan lateral. Bila adapepohonan di permukaannya, tanah longsor dapat dicegah karena airakan diserap oleh tumbuhan. Akar tumbuhan juga akan berfungsimengikat tanah.
2.
Lereng terjal Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong.Lereng yang terjal terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, airlaut, dan angin. Kebanyakan sudut lereng yang menyebabkan longsoradalah 180 apabila ujung lerengnya terjal dan bidang longsorannya mendatar.
3.
Tanah yangkurang padatdan tebal
Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liatdengan ketebalan lebih dari 2,5 m dan sudut lereng lebih dari 220.Tanah jenis ini memiliki potensi untuk terjadinya tanah longsor terutama bila terjadi hujan. Selain itu tanah ini sangat rentan terhadappergerakan tanah karena menjadi lembek terkena air dan pecah ketikahawa terlalu panas.
4.
Batuan yangkurang kuat
Batuan endapan gunung api dan batuan sedimen berukuran pasir dan campuran antara kerikil, pasir, dan lempung umumnya kurang kuat.Batuan tersebut akan mudah menjadi tanah bila mengalami prosespelapukan dan umumnya rentan terhadap tanah longsor bila terdapatpada lereng yang terjal.
5.
Jenis tata lahan
Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan,perladangan, dan adanya genangan air di lereng yang terjal. Pada lahanpersawahan akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah danmembuat tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga mudah terjadi longsor. Sedangkan untuk daerah perladangan penyebabnyaadalah karena akar pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoranyang dalam dan umumnya terjadi di daerah longsoran lama.
6.
Getaran
Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempabumi, ledakan,getaran mesin, dan getaran lalulintas kendaraan. Akibat yangditimbulkannya adalah tanah, badan jalan, lantai, dan dinding rumahmenjadi retak.
7.
Susut muka airdanau ataubendungan
Akibat susutnya muka air yang cepat di danau maka gaya penahanlereng menjadi hilang, dengan sudut kemiringan waduk 220 mudahterjadi longsoran dan penurunan tanah yang biasanya diikuti olehretakan.
8.
Adanya bebantambahan
Adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng, dan kendaraan akan memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor,terutama di sekitar tikungan jalan pada daerah lembah. Akibatnyaadalah sering terjadinya penurunan tanah dan retakan yang arahnya kearah lembah.
9.
Pengikisan/erosi Pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai ke arah tebing. Selain ituakibat penggundulan hutan di sekitar tikungan sungai, tebing akanmenjadi terjal.
10.
Adanya material timbunan padatebing Untuk mengembangkan dan memperluas lahan pemukiman umumnya dilakukan pemotongan tebing dan penimbunan lembah. Tanah timbunanpada lembah tersebut belum terpadatkan sempurna seperti tanah asliyang berada di bawahnya. Sehingga apabila hujan akan terjadipenurunan tanah yang kemudian diikuti dengan retakan tanah.
11.
Bekas longsoranlama
Longsoran lama umumnya terjadi selama dan setelah terjadipengendapan material gunung api pada lereng yang relatif terjal ataupada saat atau sesudah terjadi patahan kulit bumi. Bekas longsoran lamamemilki ciri:

Adanya tebing terjal yang panjang melengkung membentuktapal kuda.

Umumnya dijumpai mata air, pepohonan yang relatif tebalkarena tanahnya gembur dan subur.

Daerah badan longsor bagian atas umumnya relatif landai.

Dijumpai longsoran kecil terutama pada tebing lembah.

Dijumpai tebing-tebing relatif terjal yang merupakan bekas longsoran kecil pada longsoran lama.

Dijumpai alur lembah dan pada tebingnya dijumpai retakan danlongsoran kecil.

Longsoran lama ini cukup luas.
12.
Adanya bidang diskontinuitas (bidang tidaksinambung) Bidang tidak sinambung ini memiliki ciri:

Bidang perlapisan batuan

Bidang kontak antara tanah penutup dengan batuan dasar

Bidang kontak antara batuan yang retak-retak dengan batuan yang kuat.

Bidang kontak antara batuan yang dapat melewatkan air dengan
batuan yang tidak melewatkan air (kedap air).

Bidang kontak antara tanah yang lembek dengan tanah yangpadat.
Bidang-bidang tersebut merupakan bidang lemah dan dapat berfungsisebagai bidang luncuran tanah longsor.
13.
Penggundulan hutan
Tanah longsor umumnya banyak terjadi di daerah yang relatif gunduldimana pengikatan air tanah sangat kurang.
14.
Daerah pembuangan sampah
Penggunaan lapisan tanah yang rendah untuk pembuangan sampahdalam jumlah banyak dapat mengakibatkan tanah longsor apalagiditambah dengan guyuran hujan, seperti yang terjadi di TempatPembuangan Akhir Sampah Leuwigajah di Cimahi. Bencana inimenyebabkan sekitar 120 orang lebih meninggal.
WILAYAH RAWAN TANAH LONGSOR
Setidaknya terdapat 918 lokasi rawan longsor di Indonesia. Setiap tahunnya kerugian yangditanggung akibat bencana tanah longsor sekitar Rp 800 miliar, sedangkan jiwa yang terancamsekitar 1 juta.
PENCEGAHAN TERJADINYA BENCANA TANAH LONGSOR

Jangan mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng bagian atas di dekat pemukiman. Buatlah terasering (sengkedan) [ada lereng yang terjal bila membangun permukiman (gb.kanan)

Segera menutup retakan tanah dan dipadatkan agar air tidak masuk ke dalam tanah melaluiretakan.(gb.kiri) Jangan melakukan penggalian di bawah lereng terjal.(gb.kanan)

Jangan menebang pohon di lereng (gb.kiri)
Jangan membangun rumah di bawah tebing. (gb. kanan)

Jangan mendirikan permukiman di tepi lereng yang Terjal (gb.kiri) Pembangunan rumah yang benar di lereng bukit. (gb.kanan)

Jangan mendirikan bangunan di bawah tebing yang terjal. (gb.kiri)
Pembangunan rumah yang salah di lereng bukit. (gb.kanan)

Jangan memotong tebing jalan menjadi tegak. (gb.kiri)
Jangan mendirikan rumah di tepi sungai yang rawan erosi. (gb.kanan)
TAHAPAN MITIGASI BENCANA TANAH LONGSOR

Pemetaan Menyajikan informasi visual tentang tingkat kerawanan bencana alam geologi di suatuwilayah, sebagai masukan kepada masyarakat dan atau pemerintah kabupaten/kota danprovinsi sebagai data dasar untuk melakukan pembangunan wilayah agar terhindar daribencana.

Penyelidikan Mempelajari penyebab dan dampak dari suatu bencana sehingga dapat digunakan dalamperencanaan penanggulangan bencana dan rencana pengembangan wilayah.

Pemeriksaan Melakukan penyelidikan pada saat dan setelah terjadi bencana, sehingga dapat diketahuipenyebab dan cara penaggulangannya.

Pemantauan Pemantauan dilakukan di daerah rawan bencana, pada daerah strategis secara ekonomidan jasa, agar diketahui secara dini tingkat bahaya, oleh pengguna dan masyarakat yang bertempat tinggal di daerah tersebut.

Sosialisasi Memberikan pemahaman kepada Pemerintah Provinsi /Kabupaten /Kota atauMasyarakat umum, tentang bencana alam tanah longsor dan akibat yang
ditimbulkannnya. Sosialisasi dilakukan dengan berbagai cara antara lain, mengirimkan

poster, booklet, dan leaflet atau dapat juga secara langsung kepada masyarakat danaparat pemerintah.

Pemeriksaan bencana longsor
Bertujuan mempelajari penyebab, proses terjadinya, kondisi bencana dan tatacara penanggulangan bencana di suatu daerah yang terlanda bencana tanah longsor.
SELAMA DAN SESUDAH TERJADI BENCANA
1.
Tanggap Darurat
Yang harus dilakukan dalam tahap tanggap darurat adalah penyelamatan dan pertolongankorban secepatnya supaya korban tidak bertambah. Ada beberapa hal yang harusdiperhatikan, antara lain:

Kondisi medan

Kondisi bencana

Peralatan

Informasi bencana
2.
Rehabilitasi
Upaya pemulihan korban dan prasarananya, meliputi kondisi sosial, ekonomi, dan saranatransportasi. Selain itu dikaji juga perkembangan tanah longsor dan teknik pengendaliannyasupaya tanah longsor tidak berkembang dan penentuan relokasi korban tanah longsor bilatanah longsor sulit dikendalikan.
3.
Rekonstruksi
Penguatan bangunan-bangunan infrastruktur di daerah rawan longsor tidak menjadipertimbangan utama untuk mitigasi kerusakan yang disebabkan oleh tanah longsor, karenakerentanan untuk bangunan-bangunan yang dibangun pada jalur tanah longsor hampir100%.

Ada beberapa tindakan perlindungan dan perbaikan yang bisa ditambah untuk tempat-tempat hunian, antara lain:

Perbaikan drainase tanah (menambah materi-materi yang bisa menyerap).

Modifikasi lereng (pengurangan sudut lereng sebelum pem-bangunan).

Vegetasi kembali lereng-lereng.

Beton-beton yang menahan tembok mungkin bisa menstabilkan lokasi hunian.

PETA ZONA KERENTANAN TANAH LONGSOR INDONESIA Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral